Tuesday 17 March 2020

Ujian Tengah Semester Manajemen Sumber Daya Manusia



Selamat Datang para mahasiswa-mahasiswiku. Berikut ini adalah soal-soal yang harus dikerjakan untuk memenuhi nilai Ujian Tengah Semester. Jangan khawatir Anda tidak perlu mencontek kepada teman-teman Anda. Kerjakan soal-soal ini secara mandiri. Anda diperkenankan membuka buku, membuka website, dan lain-lain, dalam rangka mengerjakan soal-soal ini.


Selamat mengerjakan!

Monday 1 April 2019

Soal Ujian Tengah Semester Tour Conducting


Selamat datang para mahasiswa-mahasiswiku yang saya banggakan! Setelah mengikuti pertemuan perkuliahan 'Tour Conducting' di kelas sebanyak 7 pertemuan, tentu sudah ada hal-hal yang Anda pelajari dan pahami. Untuk melihat sudah sejauh mana Anda memahami materi-materi yang dibahas dan didiskusikan saat perkuliahan, maka ikutilah Ujian Tengah Semester ini. Silahkan kerjakan soal-soal di bawah ini secara mandiri. Tidak diperkenankan untuk bekerja sama bersama yang lain.

 
Terima kasih atas perhatian dan kesungguhannya dalam menjalani Ujian Tengah Semester ini. Sukses Selalu!

Sunday 31 March 2019

Soal Ujian Tengah Semester Manajemen Sumber Daya Manusia



Silahkan kerjakan ujian ini secara mandiri. Tidak diperkenankan untuk bekerja sama dengan yang lainnya. Ujian ini untuk mengukur seberapa jauh Anda telah memahami mata kuliah ini dalam setengah semester pertama.
Sukses selalu! Terima kasih atas perhatiannya.

Friday 2 November 2018

Gempita (Generasi Muda Pariwisata)



Peralihan generasi merupakan suatu hal yang tidak bisa kita elakkan. Saat ini kita sedang menuju suatu era di mana generasi mudalah yang akan memimpin dan menjalankan dunia. Terlebih kelompok usia yang dikenal sebagai generasi milenial atau Generasi Y dan bahkan sekarang sudah bertumbuh generasi terbaru yang dikenal sebagai Generasi Z. Peralihan generasi ini akan dirasakan oleh semua bidang termasuk juga dalam industri pariwisata.

Untuk mengingat kembali bahwa generasi Baby Boomers adalah generasi yang lahir antara tahun 1945 - 1960. Karakter ciri Baby Boomers adalah cenderung idealis dan memegang teguh nilai-nilai yang sudah mereka warisi dari para pendahulu mereka. Kemudian selanjutnya adalah Gen-X, lahir antara tahun 1961 - 1980. Memiliki ciri mulai moderen dan mengikuti perkembangan teknologi, namun masih memegang nilai-nilai yang diajarkan para orang tua mereka yang berasal dari generasi Baby Boomers. Kaum Gen-X ini tidaklah sekonservatif generasi sebelumnya. Kemudian Generasi Y atau dikenal dengan julukan generasi Millenial. Lahir antara tahun 1981 - 1995. Karakter mereka umumnya mendahulukan kebebasan dan fleksibilitas. Ketika Gen Y beranjak dewasa, maka saat itu di Indonesia sudah berkembang teknologi internet dan juga smartphone. Selanjutnya generasi terkini adalah Generasi Z yang lahir setelah tahun 1995. Generasi ini biasa dijuluki sebagai “anak kandung internet” karena mereka tidak pernah merasakan hidup tanpa internet.

Menurut prediksi (Badan Pusat Statistik), maka diperkirakan pada tahun 2020 angkatan kerja di Indonesia akan didominasi oleh Generasi Millenial sekitar 34% (83 juta jiwa) dari seluruh penduduk Indonesia (271 juta jiwa). Pada saat itu usia Generasi Millenial akan berkisar antara 20 - 39 tahun. Disusul oleh Generasi X (usia 40 - 54) sebesar 20% (± 54 juta jiwa). Sedangkan generasi Baby Boomer akan berjumlah sekitar 13% dengan rentang usia dari 55 - 74 tahun (memasuki usia-usia pensiun). Studi tersebut lebih lanjut menyimpulkan bahwa yang akan menjadi pelaku utama di masa depan Indonesia adalah entitas yang disebut sebagai Urban Middle-Class Millenials. Komposisi tersebut juga sedikit banyak akan terbentuk pada angkatan kerja di industri pariwisata (Purwandi, 2016).

Sebelumnya terlebih dahulu industri pariwisata menghadapi suatu momen penting yakni momen peralihan teknologi. Ketika memasuki milenium ketiga industri pariwisata mulai terpapar dan secara segera kemudian beralih kepada teknologi informasi. Berbagai struktur bisnis dalam industri pariwisata tidak hanya terpengaruh, bahkan bisa dikatakan sudah benar-benar berubah wujud. Jalur distribusi dalam industri ini pun seolah sudah luluh lantak dengan adanya akses langsung dari konsumen ke produsen. Dalam gencarnya perubahan tersebut nyatanya peralihan teknologi itu bukanlah satu-satunya yang harus dihadapi oleh industri pariwisata.

Tidak berhenti di situ, pariwisata juga menghadapi suatu perubahan penting lain yakni adalah beralihnya generasi, seperti yang terjadi pada industri lainnya juga secara umum. Ketika industri ini dibangun kala itu para pelopor pembangunan pariwisata di Indonesia yakni berasal dari generasi Baby Boomers. Seperti diketahui generasi Baby Boomers ini merupakan generasi yang memiliki ciri-ciri yakni memegang teguh pada nilai-nilai yang sudah mereka yakini yang diperoleh secara tradisi turun temurun. Demikian pula dalam pengembangan pariwisata, generasi Baby Boomers ini memiliki beberapa idealisme dalam hal standar pelayanan yang umumnya mengacu pada standar pelayanan prima. Pengalaman industri pariwisata yang dikembangkan oleh kalangan Baby Boomers sebetulnya berangkat dari standar pelayanan wisatawan-wisatawan Eropa (Barat) yang mengutamakan kualitas pelayanan yang tinggi. Di dalam dunia kepariwisataan, khususnya di perhotelan, dikenal juga standar-standar pelayanan yang memang diadopsi oleh generasi pariwisata Baby Boomers dari model-model pelayanan di Eropa.

Hingga saat ini standar pelayanan seperti ini pun masih dipertahankan. Begitu juga jika kita melirik pada standar pelayanan di dalam paket-paket perjalanan wisata. Pengembangan model pelayanan pun diambil dari model pelayanan bagi wisatawan-wisatawan asing yang berasal dari Eropa (Perancis, Belanda, Jerman). Kemudian pada generasi selanjutnya yakni Generasi X, nilai-nilai pelayanan seperti itu juga masih dipertahankan. Meskipun pada gilirannya Generasi X mengadopsi teknologi informasi (internet, smartphone), namun generasi pariwisata dari kalangan Gen-X ini tetap memiliki kesetiaan untuk memelihara standar pelayanan yang mereka kenal dari pendahulunya (Baby Boomers).

Generasi pariwisata Baby Boomers telah membangun pondasi sedemikian rupa saat mengembangkan pariwisata. Mulai dari tatanan-tatanan bisnis hingga konsep-konsep pelayanan dan standar-standar operasional telah mereka tetapkan. Industri yang dibangun kala itu kiranya cocok untuk generasi saat itu. Namun di masa sekarang, ketika kalangan wisatawan pun sudah beralih generasi, agaknya standar-standar dan tatanan yang telah diwujudkan para pelopor pariwisata di masa lalu sudah harus menyesuaikan diri.

Respon terhadap peralihan teknologi pun dirasakan lambat dilakukan oleh para generasi pelopor. Peralihan teknologi direspon lebih cepat oleh kalangan generasi milenial. Demikian pula dalam industri pariwisata saat ini mulai banyak berkembang tatanan-tatanan baru yang diterapkan oleh generasi masa kini. Mulai dari cara pemasaran, tatanan distribusi, standar operasional, hingga jenis-jenis produk pariwisata yang berkembang. Sebagai contoh bisa dilihat bahwa dalam memasarkan produk pariwisata saat ini tidak lagi terpaku pada susunan produk yang biasa dilakukan di masa lalu. Kita bisa melihat para pelaku usaha pariwisata cukup mem-posting foto dan sedikit keterangan pada media-media sosial. Setelah itu para wisatawan generasi sekarang pun mulai membuat reservasi melalui fitur-fitur percakapan (chat) yang tersedia. Hal yang tidak mungkin dilakukan oleh para pelaku pariwisata generasi pendahulu. Kala itu reservasi melalui e-mail pun masih dianggap kurang formal sehingga perlu dibuat surat khusus yang dikirimkan secara tercetak. Namun saat ini reservasi lewat fitur chat pun sudah bisa dianggap sah dan ditindaklanjuti secara mudah.

Kemudian contoh lainnya adalah saat pelaksanaan sebuah perjalanan wisata misalnya. Ketika generasi terdahulu begitu ketat dengan aturan-aturan dalam perjalanan wisata, kita melihat saat ini para pelaku wisata dari generasi yang lebih muda akan menjalankan perjalanan wisata dengan lebih santai dan longgar aturan. Ini dilakukan tentu dengan mempertimbangkan para pesertanya yang dipenuhi oleh wisatawan-wisatawan muda. Hal-hal seperti itu terjadi bukan karena ketidakpahaman para generasi terdahulu akan perkembangan teknologi, namun lebih kepada sulitnya menerima nilai-nilai baru dalam kepariwisataan yang sudah lebih longgar dibandingkan apa yang mereka bangun terlebih dahulu. Standar-standar operasional pun kini menjadi lebih sederhana bahkan generasi terdahulu ada yang menilai bahwa standar operasional seperti itu cenderung dianggap serampangan. Misalnya ketika dalam sebuah perjalanan wisata penanganan bagasi yang dulunya harus dilayani oleh porter dan sebagainya, namun saat ini ditangani sendiri oleh para wisatawan. Ini tentunya sulit diterima oleh generasi terdahulu yang mempelopori bentuk-bentuk layanan yang istimewa. Sedangkan oleh generasi sekarang hal tersebut dianggap lebih efektif dan efisien dalam operasional sebuah perjalanan wisata.

Selain itu faktor penyebab dari bergesernya standar pelayanan di dalam bidang kepariwisataan juga adalah karena berkembangnya segmen pasar wisatawan di Indonesia. Indonesia tidak lagi hanya melayani wisatawan-wisatawan Eropa, namun berkat perkembangan teknologi informasi, saat ini Indonesia sudah mengembangkan pasarnya hingga ke Eropa Timur, Afrika, dan juga Asia. Tentunya perlakuan bagi para wisatawan dari benua lain, akan berbeda juga dibandingkan perlakuan terhadap wisatawan Eropa (Barat). Terutama ketika melayani wisatawan-wisatawan dari Asia (China, India, Pakistan), maka terlihat standar pelayanan pun akan lebih longgar dibandingkan saat melayani wisatawan dari Eropa.

Ada contoh-contoh lain di mana nilai-nilai dan tatanan-tatanan kepariwisataan yang dibangun terdahulu, pada masa sekarang seolah-olah sudah beralih dan bergeser ke arah yang berbeda. Selain disebabkan oleh terjadinya peralihan teknologi, pergeseran nilai-nilai dan tatanan tersebut lebih jauh disebabkan oleh adanya peralihan generasi dalam industri pariwisata. Generasi saat ini akan lebih menekankan pada aspek efektifitas, efisiensi, serta juga aspek-aspek kepraktisan. Hal yang sulit diterima oleh para pelopor pariwisata di masa terdahulu.

Generasi sekarang adalah generasi yang sulit bertahan pada satu tren. Generasi yang selalu dinamis, bergerak, dan mencoba hal-hal yang baru. Generasi fashionable. Perkembangan teknologi membantu terdorongnya hasrat generasi seperti demikian. Hal serupa yang dialami juga oleh industri pariwisata. Dengan kreatifitas yang tidak lagi terbatas, banyak kalangan generasi muda pariwisata di Indonesia yang juga mencoba mengkreasikan jenis-jenis wisata baru. Mulai dari wisata hantu (Urban Legend), wisata foto (instagramable), hingga wisata kuliner. Kegairahan untuk mencoba hal-hal baru ini juga yang sangat mendorong dinamika generasi wisatawan muda untuk mencari kepraktisan saat akan berwisata.

Generasi pariwisata terdahulu akan menitikberatkan pada aspek interpretasi tentang suatu tempat wisata yang dikunjungi. Informasi tentang sejarah, kebudayaan, dan hikayat-hikayat setempat akan menjadi nilai yang berharga dalam kunjungan mereka. Jika generasi pariwisata terdahulu berkukuh menjual nilai-nilai tersebut dalam produk pariwisata mereka, tentu akan sulit untuk bersaing dengan produk dari generasi pariwisata saat ini. Saat ini produk pariwisata akan laku jika menawarkan lebih banyak spot foto yang indah dan menghindari ‘kebosanan’ akan cerita-cerita yang dahulu dianggap penting.

Lantas bagaimana para pelopor pariwisata di Indonesia mesti menyikapi pergeseran tersebut? Bukan hanya pergeseran struktur bisnis, namun juga tatanan dan nilai-nilai kepariwisataan yang mulai berubah cukup signifikan.

Atas nama kepraktisan kita bisa melihat begitu merebak para pelaku pariwisata yang menawarkan paket instan untuk berkunjung ke tempat-tempat wisata populer yang mengutamakan kesempatan berfoto. Pola pelaksanaan perjalanan wisatanya pun lebih menonjolkan aspek hiburan dibandingkan aspek informasi yang bersifat memperkaya wawasan. Hal ini tentu tidak bisa kita sangkal bahwa memang banyak terjadi.

Tentu saja generasi terdahulu tidak bisa memaksakan nilai-nilai yang sejak dulu dibangun pada generasi sekarang. Walaupun memang karakter generasi terdahulu sangat teguh memegang tradisi dan bersikap cukup idealis. Namun juga bukan berarti dengan tidak memaksakan nilai-nilai tersebut maka generasi pendahulu bisa tinggal diam membiarkan nilai-nilai yang begitu luhur tergeser oleh peralihan generasi dalam pariwisata di Indonesia. Pemeliharaan standar-standar pelayanan dan nilai-nilai dalam kunjungan wisata, tentu harus terus diajarkan kepada generasi muda pariwisata Indonesia. Diharapkan kalangan Generasi X pariwisata Indonesia bisa menjadi perantara antara penerus nilai-nilai pendahulu pariwisata Indonesia dengan perkembangan teknologi dan kreatifitas generasi muda pariwisata Indonesia.

Kemajuan pariwisata di Indonesia tentu tidak terlepas dari kualitas dan standar pelayanan yang telah dibangun oleh para generasi pelopor pariwisata Indonesia. Kesohoran Bali, Yogyakarta, dan juga destinasi-destinasi unggulan lainnya di Indonesia, adalah dikarenakan pelayanannya yang prima serta juga aspek-aspek pendidikan dan wawasan yang didapatkan oleh para wisatawan yang berkunjung ke sana. Tidak sedikit wisatawan mancanegara yang lantas mempelajari gamelan di Yogyakarta secara lebih mendalam karena kunjungan wisata mereka begitu berkesan dengan bantuan pemandu wisata yang berwawasan budaya tinggi. Sangat banyak wisatawan mancanegara yang kembali mengunjungi Bali untuk kesekian kalinya karena terkesan oleh pelayanan yang diberikan para pelaku wisata di Pulau Dewata tersebut.

Reputasi pariwisata Indonesia yang telah begitu mapan terbangun hendaknya tetap dipelihara oleh generasi muda pariwisata Indonesia selanjutnya. Tentu sangat penting bagi generasi muda pariwisata Indonesia untuk berkembang pesat mengikuti perkembangan zaman. Peralihan teknologi yang terjadi pun telah direspon sangat baik oleh generasi muda pariwisata Indonesia. Terbukti dengan terwujudnya perusahaan-perusahaan online travel agency asal Indonesia yang begitu berkembang dengan reputasi internasional. Namun hendaknya tidak dilupakan bahwa sangat penting juga untuk memelihara standar-standar pelayanan dan nilai-nilai serta tatanan yang sudah baik dibangun oleh para pelopor pariwisata Indonesia. Tetaplah menjaga kualitas pelayanan serta aspek-aspek edukasional dalam menciptakan produk-produk pariwisata yang baru. Jangan terlena oleh tren sesaat yang mementingkan aspek hiburan semata. Berilah nilai pengalaman pengunjung yang berharga pada setiap kunjungan mereka. Janganlah berhenti dan berpuas diri hanya karena mampu mengantar wisatawan untuk berfoto selfie semata.

Dari aspek nilai-nilai ideal dalam pariwisata, Indonesia sendiri telah memiliki undang-undang tentang kepariwisataan di mana di situ diatur tentang tujuan-tujuan luhur pengembangan pariwisata Indonesia. Antara lain yang cukup penting tentu saja adanya jalinan persahabatan dengan negara lain, peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat, serta juga harus mampu berperan dalam pelestarian lingkungan dan kebudayaan. Selain itu juga dalam tataran internasional, Badan Pariwisata Dunia di bawah Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), yakni Word Tourism Organization (WTO) juga menekankan adanya 10 Global Code of Ethics for Tourism. Di sana tercantum nilai-nilai universal yang diharapkan terus dipegang oleh setiap pelaku pariwisata di seluruh dunia.

Tentu saja kemajuan zaman tidak bisa dibendung. Hal ini terlihat dari sejarah-sejarah peradaban manusia mulai dari masa-masa pra-sejarah, masa revolusi industri, hingga ke masa revolusi internet dan yang akan kita jelang segera adalah masa inovasi 4.0. Para generasi muda penerus pariwisata Indonesia pun tentu diharapkan akan dengan sigap dan tanggap bisa menyambut perkembangan peradaban yang pesat tersebut dengan tetap berkreasi dan berinovasi. Tetapi di sisi lain, tentu saja diharapkan bahwa perkembangan peradaban tersebut tetap memelihara dan mengindahkan nilai-nilai yang telah dibangun sebelumnya, terutama dari aspek-aspek nilai luhur tujuan pariwisata itu sendiri.

Bangkitlah Gempita Indonesia. Generasi Muda Pariwisata Indonesia.

Tuesday 9 October 2018

Tantangan Lembaga Pendidikan Pariwisata di Era Digital Tourism



Perkembangan industri pariwisata sudah tidak bisa mengelak dari kemajuan dunia digital dan teknologi informasi yang begitu pesat. Mulai dari sisi operasional hingga pemasaran di bidang pariwisata saat ini sudah harus mengadopsi teknologi di bidang informasi tersebut. Pekerjaan-pekerjaan seperti reservasi, pembayaran, dan juga promosi produk-produk pariwisata sudah harus dilakukan secara digital dan juga daring (online). 

Demikian pula dengan pengembangan pariwisata di Indonesia. Saat ini kebijakan dari Kementerian Pariwisata Republik Indonesia sudah mengarah pada digital tourism. Bahkan di dalam program prioritas Kementerian Pariwisata di tahun 2017 ini, yang menempati urutan pertama adalah Digital Tourism (E-Tourism). Menteri Pariwisata Republik Indonesia, Arief Yahya pun menegaskan bahwa jawaban dari tuntutan global di bidang pariwisata adalah dengan digital tourism. Hal ini antara lain melihat bahwa kurang lebih 70 persen wisatawan saat ini sudah menggunakan sarana digital untuk aktivitas wisatanya. 

Dalam pengertian umum Digital Tourism bisa didefinisikan sebagai dukungan digital terhadap pengalaman wisatawan, baik sebelum, saat berlangsung maupun sesudah kegiatan wisata (pre travel, during travel, post travel). Proses yang umum diterapkan saat ini adalah dari proses promosi digital, reservasi digital, kemudian informasi dan petunjuk arah / peta saat sedang berada di destinasi, juga proses pengunggahan foto-foto liburan dan saran-saran yang dilakukan secara digital (Benyon et al, 2014). Hal ini dapat dirumuskan sebagai proses ‘pra-wisata’, ‘wisata’, dan ‘pasca-wisata’.

Dengan berkembangnya digital tourism sedemikian pesatnya, maka lembaga-lembaga pendidikan pariwisata di Indonesia pun menghadapi tantangan yang tak kalah hebat. Mampukah lembaga-lembaga pendidikan pariwisata di Indonesia menghadapi era Digital Tourism?

Digital Tourism di Indonesia
Jika menilik kiprahnya, terlihat bahwa para pelaku industri pariwisata di Indonesia sudah cukup siap untuk mengikuti perkembangan digital tourism tersebut. Hotel-hotel di Indonesia saat ini sudah beralih dari sistem distribusi melalui agen perjalanan  menuju ke sistem online reservation. Dari sisi agen perjalanan wisata juga sudah berkembang perusahaan-perusahaan online travel agency (OTA), seperti Traveloka yang diprakarsai pengusaha pariwisata Indonesia. Demikian pula halnya dengan pelaku usaha tour operator (biro perjalanan wisata). Ada beberapa tour operator yang saat ini sudah beroperasi penuh secara digital dengan melakukan transaksi dan kerja sama dengan para travel agencies secara digital / daring. Hal serupa juga dikembangkan oleh Telkom yakni dengan mengembangkan ITX. Bahkan ada asosiasi di bidang usaha perjalanan wisata yang juga mengembangkan platform digitalnya sendiri seperti Triptara.

Di tengah maraknya digital tourism tersebut, baik secara global maupun nasional di Indonesia sendiri, terlihat bahwa proses kegiatan digital tourism sejauh ini masih menitikberatkan pada proses ‘pra-wisata’ dan ‘pasca-wisata’. Yakni sebelum wisatawan datang ke destinasi (Indonesia), dan setelah berwisata di Indonesia. Proses digital tourism yang saat ini berkembang masih pada tataran promosi dan reservasi. Baik itu penjualan tiket pesawat, paket wisata, maupun voucher hotel, serta proses pengunggahan foto dan proses saran (review). Dengan demikian, di dalam industri perjalanan wisata ini yang terlihat memegang peranan justru adalah para pakar-pakar teknologi informasi, bukan dari tenaga-tenaga kerja lulusan kepariwisataan. Demikian pula halnya dengan lembaga pendidikan yang terlihat akan berkiprah tentunya dari lulusan-lulusan lembaga pendidikan teknologi informasi. Melihat perkembangan sedemikian rupa, lalu bagaimanakah lembaga-lembaga pendidikan pariwisata menjawab tantangan di era digital tourism ini? 

High Tech/High Touch
Meminjam pemikiran John Naisbitt, bahwa dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat (high tech), manusia akan merindukan sentuhan-sentuhan manusiawi lebih tinggi lagi (high touch). Menilik penerapan konsep digital tourism seperti dipaparkan di atas, maka dalam proses pengalaman wisatawan pada saat proses wisata itu sendiri, para wisatawan akan merasakan peningkatan pengalaman justru dari sentuhan-sentuhan manusiawi. Sejauh ini digital tourism dalam proses pelaksanaan wisata, baru menyentuh proses-proses dalam pencarian informasi (google map, qrave, dll.), reservasi, dan juga proses pengunggahan foto-foto. Namun dari sisi pelayanan baik itu di hotel, restoran, maupun pelayanan perjalanan wisata, peran digital tourism dirasakan masih terbatas. Digital tourism belum bisa mencapai taraf ‘meningkatkan pengalaman wisatawan’ sebagaimana diharapkan (enhancing tourist experience). Maka dalam hal ini peran dari sumber daya manusia di bidang kepariwisataan masih sangat krusial. 

Untuk itu dengan perkembangan pesat dalam penerapan teknologi digital di industri pariwisata ini tentu harus diiringi dengan perkembangan kemampuan tenaga kerja yang akan terjun di dunia pariwisata tersebut. Di sinilah peran dari lembaga pendidikan pariwisata sangat diharapkan.

Pengalaman-pengalaman para wisatawan pada saat wisata, akan dirasakan pada titik-titik penting di mana ia bersentuhan dengan layanan manusiawi (moment of truth). Antara lain saat tiba di bandara, diantar oleh kendaraan wisata, check in di hotel, dilayani di restoran, dilayani pemandu wisata, bahkan saat mereka berinteraksi dengan para pedagang cindera mata maupun penduduk lokal di destinasi yang ia tuju. Lembaga pendidikan pariwisata sangat menitikberatkan pada aspek-aspek sentuhan layanan tersebut. 

Tentunya titik-titik yang menjadi perhatian utama dari Lembaga Pendidikan Pariwisata adalah pada aspek-aspek layanan formal yakni di bidang layanan perjalanan, perhotelan dan juga restoran. Lembaga pendidikan pariwisata harus mampu mencetak insan-insan pariwisata yang memiliki kompetensi dan juga karakter yang mampu meningkatkan pengalaman para wisatawan. Salah satu aspek penting yang menjadi tantangan bagi lembaga pendidikan pariwisata adalah bagaimana memelihara kualitas sumber daya manusia di bidang kepariwisataan dari segi attitude. Lembaga pendidikan pariwisata harus tetap memelihara agar lulusan-lulusannya bisa memiliki sikap-sikap profesional yang diperlukan saat melayani wisatawan. Bagaimana memelihara grooming agar tetap terlihat rapi, bersahaja dan profesional. Bagaimana memelihara sikap greeting agar mampu menarik hati wisatawan. Serta bagaimana memelihara senyuman dan keramahtamahan agar wisatawan merasa betah. Secara keseluruhan, bagaimana memelihara kompetensi para lulusan agar mampu bersikap secara profesional di bidang pariwisata.

Inilah tantangan sesungguhnya dari lembaga-lembaga pendidikan pariwisata dalam menghadapi era digital tourism. Kebijakan untuk menggalakkan digital tourism di Indonesia akan mengarah pada kedatangan wisatawan mancanegara dalam jumlah yang begitu besar (target 20 juta wisatawan di tahun 2019). Tentunya dalam menyambut wisatawan dengan jumlah sedemikian besar, diperlukan sumber daya manusia yang mumpuni untuk bisa melayaninya secara memuaskan. Tanpa adanya SDM profesional yang bisa melayani wisatawan saat berada di Indonesia (during travel), tentunya digital tourism menjadi tidak ada artinya lagi. Tantangan sesungguhnya dalam pariwisata di Indonesia adalah saat melayani wisatawan dan memberikan mereka pengalaman yang tak terlupakan (enhancing tourist experience). Itu akan sulit jika diandalkan pada digital tourism semata. Inilah peran dari lembaga pendidikan pariwisata yakni untuk menjaga aspek high touch dari industri pariwisata di Indonesia.

Selain itu, peran lembaga pendidikan pariwisata pun tidak terbatas pada aspek layanan formal. Dari sisi tri dharma perguruan tinggi, pengabdian masyarakat juga bisa dilakukan untuk meningkatkan kemampuan para pelaku dalam industri pariwisata yang bersifat non-formal. Hal ini bisa dilakukan dengan mengadakan penyuluhan dan pelatihan bagi para pedagang cindera mata, sopir kendaraan umum, dan juga dalam aspek layanan non-formal lainnya yang bersentuhan langsung dengan wisatawan. Lembaga pendidikan pariwisata sangat diharapkan akan mampu berperan secara lebih optimal dalam mempersiapkan pariwisata Indonesia dari aspek 'high touch' tersebut. 

Meski penekanan dari lembaga pendidikan pariwisata adalah pada aspek 'high touch', namun tidak bisa dipungkiri lagi bahwa penyiapan dari aspek 'high tech' pun harus menjadi perhatian. Dari sisi tenaga pendidik juga dari sisi kurikulum, sudah saatnya lembaga pendidikan pariwisata memperbaharui diri dengan pengetahuan-pengetahuan berkenaan dengan teknologi informasi. Pemahaman digital tourism pun harus segera ditanamkan dalam diri tenaga-tenaga pendidik pariwisata. Hal ini penting karena mereka perlu juga mentransfer pemahaman tersebut pada para peserta didik mereka. Ke depannya diharapkan para lulusan dari lembaga-lembaga pendidikan pariwisata akan memiliki kompetensi dalam aspek 'high touch' di bidang pelayanan pariwisata, namun juga memiliki bekal yang mumpuni dalam aspek 'high tech' itu sendiri.

Photo by Lonely Planet on Unsplash

Jualan Hotel

Jualan Hotel
Dengan akses member untuk keunikan sistem yang kita miliki, kamu akan terkejut dengan harga yang sangat spesial & promosi yang akan kita tawarkan.

Web Murah

Web Murah
Ayo bikin web kamu sendiri! Awali dengan memiliki domain. Dapatkan dengan harga murah sekarang juga.

AA Travel

AA Travel
Temukan dan pesan tiket pesawatmu dengan mudah di sini. AA Travel merupakan mesin pencari tiket pesawat yang praktis. Penggunaannya sederhana dan cara pembayarannya pun begitu mudah.

My Instagram

 

© 2013 Pemasaran Pariwisata. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top